Tips Tentang Sekitar Buat Presiden M
Planet bumi yang merupakan habitat berbagai ragam kehidupan termasuk manusia sedang mendapat ancaman kehancuran yang sangat serius. Ancaman itu merupakan puncak dari proses kerusakan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Semua itu terjadi akibat buruknya kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan moral manusia dalam memperlakukan SDA dan lingkungannya.
Sebagai gambaran buruknya SDA dan lingkungan, kita bisa melihat laporan perkembangan manusia tahun 1998 yang dilansir UNDP. Menurut UNDP beban SDA dan lingkungan yang diderita bumi amat berat: 12% spesies mamalia, 11% spesies burung, 4% spesies ikan dan reptil hampir punah. Di pihak lain, 5-10% terumbu karang rusak, 50% mangrove hancur, dan 34% pantai rusak. Demikian juga stok ikan dunia menurun 25%, dan sembilan juta hektar tanah mengalami kerusakan.
Fakta kerusakan alam di Indonesia juga semakin mencengangkan. Setiap tahun terjadi kerusakan hutan lebih dari 2,5 juta ha, sementara terumbu karang yang tersisa dalam katagori baik hanya tinggal 6,2%. Penyusutan spesies terus berlangsung karena pemburuan dan perusakan habitat mereka. Sebagai contoh, jalak Bali -- burung yang sangat langka -- mungkin kini sudah punah dari habitat alamnya di Taman Nasional Bali Barat. Demikian juga harimau Jawa.
Pertumbuhan penduduk dunia diprediksi akan terus meningkat dari 6,1 miliar jiwa pada tahun 2000 menjadi 7,5 miliar orang pada tahun 2020. Sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penduduk Indonesia, misalnya, saat ini telah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Dan pertumbuhan penduduk ini akan diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi. Ini semua berarti peluang terjadinya peningkatan degradasi dan pencemaran lingkungan makin besar pula.
Apabila pembangunan Indonesia berkembang dengan kecepatan 3-4 persen per tahun, Prof Emil Salim (2003) memprediksi bahwa pada tahun 2020 akan tercapai tingkat ”lower middle income” dengan pendapatan per orang $1.360 - $1.500. Namun, jika kecepatan pembangunan naik dengan 7% setahun maka akan dapat dicapai pendapatan per orang $2.700-$3.000 pada tahun 2020.
Naiknya pendapatan masyarakat di masa mendatang ini diharapkan akan diikuti dengan semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap penyelamatan SDA dan lingkungannya. Sehingga pertumbuhannya perlu ditopang secara tepat dengan pembangunan dari segi lingkungan hidup.
Masalah Besar
Masalah besar yang bersifat global yang dihadapi umat manusia dewasa ini adalah krisis ekologi dan krisis moral. Krisis ekologi yang dihadapi umat manusia ini berakar dari sikapnya yang kurang memperhatikan norma-norma moral dalam hubungannya dengan lingkungan hidup secara luas. Kondisi tersebut makin diperparah dengan minimnya pengertian dan pemahaman secara ilmiah warga masyarakat terhadap aspek-aspek penting dari lingkungan hidup. Walhasil, minimnya moral dan pengetahuan – ditambah lagi dengan krisis ekonomi -- menjadikan lingkungan hidup dan SDA sebagai korban dari respons manusia menghadapi kondisi yang menerpa dirinya.
Dalam rangka menyikapi kondisi lingkungan hidup yang semakin gawat itulah, sangatlah tepat jika kita memulai secara kritis untuk membangun etika lingkungan. Untuk itu, diperlukan moral bangsa di bidang lingkungan hidup yang dilandasi oleh kesatuan dari tiga pilar utama, yaitu intelektual, spiritual, dan emosional.
Pengetahuan kita terhadap seluruh SDA yang kita miliki sangat terbatas, namun di lain pihak pemanfaatannya sudah sangat intensif. Potensi SDA ini belum terinventarisasi secara keseluruhan dan kegiatan penelitian untuk mengungkap manfaatnya juga sangat terbatasi. Akibatnya ada hambatan dalam upaya pemanfaatannya secara luas dan bijaksana.
Berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terus meningkat, sangat erat kaitannya dengan kemampuan pengelolaan SDA dan lingkungannya, di mana secara umum berbagai praktik pengelolaannya dilaksanakan tanpa memperhatikan hukum-hukum ekologi. Mereka hanya menggunakan pertimbangan ekonomi untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari terhadap lingkungan.
SDA yang kita miliki terbentuk dari proses mata rantai yang sangat panjang, saling terkait, dan saling tergantung satu dengan lainnya. Satu unsur saja hilang menyebabkan terganggunya seluruh mata rantai jaringan kehidupan.
Untuk itu, ke depan kita harus mempromosikan implementasi pembangunan berwawasan lingkungan, di mana setiap individu, organisasi, maupun lembaga secara konsisten harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kebijakan pembangunan terlanjutkan itu.
Mencermati hal-hal di atas, presiden mendatang hendaknya mempunyai kebijakan yang harus berlandaskan pengembangan moral lingkungan hidup, yaitu suatu kebijakan yang dapat mengembangkan kesetaraan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi. Ataupun suatu kebijakan yang mampu mengimplementasikan konservasi dalam pengelolaan SDA dan lingkungannya di negara yang kita cintai ini.
Walaupun pada akhirnya kemampuan dalam menyelamatkan SDA dan lingkungan hidup ini sangat tergantung dari kerja sama dan kemampuan seluruh bangsa Indonesia, tapi presiden mendatang sangat menentukan jalan atau tidaknya kebijakan di bidang lingkungan hidup Indonesia.
Mudah-mudahan pembangunan terlanjutkan ataupun pembangunan berwawasan lingkungan yang dasar-dasarnya sudah diletakkan sejak tahun 1992 akan dapat terimplementasikan pada periode pemerintahan 2005 ke depan. Berbagai praktik pengelolaan SDA dan lingkungan yang salah harus segera dihentikan, dan digantikan dengan yang tepat yang memperhatikan aspek ekologi jangka panjang.
Planet bumi yang merupakan habitat berbagai ragam kehidupan termasuk manusia sedang mendapat ancaman kehancuran yang sangat serius. Ancaman itu merupakan puncak dari proses kerusakan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Semua itu terjadi akibat buruknya kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan moral manusia dalam memperlakukan SDA dan lingkungannya.
Sebagai gambaran buruknya SDA dan lingkungan, kita bisa melihat laporan perkembangan manusia tahun 1998 yang dilansir UNDP. Menurut UNDP beban SDA dan lingkungan yang diderita bumi amat berat: 12% spesies mamalia, 11% spesies burung, 4% spesies ikan dan reptil hampir punah. Di pihak lain, 5-10% terumbu karang rusak, 50% mangrove hancur, dan 34% pantai rusak. Demikian juga stok ikan dunia menurun 25%, dan sembilan juta hektar tanah mengalami kerusakan.
Fakta kerusakan alam di Indonesia juga semakin mencengangkan. Setiap tahun terjadi kerusakan hutan lebih dari 2,5 juta ha, sementara terumbu karang yang tersisa dalam katagori baik hanya tinggal 6,2%. Penyusutan spesies terus berlangsung karena pemburuan dan perusakan habitat mereka. Sebagai contoh, jalak Bali -- burung yang sangat langka -- mungkin kini sudah punah dari habitat alamnya di Taman Nasional Bali Barat. Demikian juga harimau Jawa.
Pertumbuhan penduduk dunia diprediksi akan terus meningkat dari 6,1 miliar jiwa pada tahun 2000 menjadi 7,5 miliar orang pada tahun 2020. Sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penduduk Indonesia, misalnya, saat ini telah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Dan pertumbuhan penduduk ini akan diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi. Ini semua berarti peluang terjadinya peningkatan degradasi dan pencemaran lingkungan makin besar pula.
Apabila pembangunan Indonesia berkembang dengan kecepatan 3-4 persen per tahun, Prof Emil Salim (2003) memprediksi bahwa pada tahun 2020 akan tercapai tingkat ”lower middle income” dengan pendapatan per orang $1.360 - $1.500. Namun, jika kecepatan pembangunan naik dengan 7% setahun maka akan dapat dicapai pendapatan per orang $2.700-$3.000 pada tahun 2020.
Naiknya pendapatan masyarakat di masa mendatang ini diharapkan akan diikuti dengan semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap penyelamatan SDA dan lingkungannya. Sehingga pertumbuhannya perlu ditopang secara tepat dengan pembangunan dari segi lingkungan hidup.
Masalah Besar
Masalah besar yang bersifat global yang dihadapi umat manusia dewasa ini adalah krisis ekologi dan krisis moral. Krisis ekologi yang dihadapi umat manusia ini berakar dari sikapnya yang kurang memperhatikan norma-norma moral dalam hubungannya dengan lingkungan hidup secara luas. Kondisi tersebut makin diperparah dengan minimnya pengertian dan pemahaman secara ilmiah warga masyarakat terhadap aspek-aspek penting dari lingkungan hidup. Walhasil, minimnya moral dan pengetahuan – ditambah lagi dengan krisis ekonomi -- menjadikan lingkungan hidup dan SDA sebagai korban dari respons manusia menghadapi kondisi yang menerpa dirinya.
Dalam rangka menyikapi kondisi lingkungan hidup yang semakin gawat itulah, sangatlah tepat jika kita memulai secara kritis untuk membangun etika lingkungan. Untuk itu, diperlukan moral bangsa di bidang lingkungan hidup yang dilandasi oleh kesatuan dari tiga pilar utama, yaitu intelektual, spiritual, dan emosional.
Pengetahuan kita terhadap seluruh SDA yang kita miliki sangat terbatas, namun di lain pihak pemanfaatannya sudah sangat intensif. Potensi SDA ini belum terinventarisasi secara keseluruhan dan kegiatan penelitian untuk mengungkap manfaatnya juga sangat terbatasi. Akibatnya ada hambatan dalam upaya pemanfaatannya secara luas dan bijaksana.
Berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terus meningkat, sangat erat kaitannya dengan kemampuan pengelolaan SDA dan lingkungannya, di mana secara umum berbagai praktik pengelolaannya dilaksanakan tanpa memperhatikan hukum-hukum ekologi. Mereka hanya menggunakan pertimbangan ekonomi untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari terhadap lingkungan.
SDA yang kita miliki terbentuk dari proses mata rantai yang sangat panjang, saling terkait, dan saling tergantung satu dengan lainnya. Satu unsur saja hilang menyebabkan terganggunya seluruh mata rantai jaringan kehidupan.
Untuk itu, ke depan kita harus mempromosikan implementasi pembangunan berwawasan lingkungan, di mana setiap individu, organisasi, maupun lembaga secara konsisten harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kebijakan pembangunan terlanjutkan itu.
Mencermati hal-hal di atas, presiden mendatang hendaknya mempunyai kebijakan yang harus berlandaskan pengembangan moral lingkungan hidup, yaitu suatu kebijakan yang dapat mengembangkan kesetaraan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi. Ataupun suatu kebijakan yang mampu mengimplementasikan konservasi dalam pengelolaan SDA dan lingkungannya di negara yang kita cintai ini.
Walaupun pada akhirnya kemampuan dalam menyelamatkan SDA dan lingkungan hidup ini sangat tergantung dari kerja sama dan kemampuan seluruh bangsa Indonesia, tapi presiden mendatang sangat menentukan jalan atau tidaknya kebijakan di bidang lingkungan hidup Indonesia.
Mudah-mudahan pembangunan terlanjutkan ataupun pembangunan berwawasan lingkungan yang dasar-dasarnya sudah diletakkan sejak tahun 1992 akan dapat terimplementasikan pada periode pemerintahan 2005 ke depan. Berbagai praktik pengelolaan SDA dan lingkungan yang salah harus segera dihentikan, dan digantikan dengan yang tepat yang memperhatikan aspek ekologi jangka panjang.
0 komentar Anda:
Post a Comment
Tinggalkan komenatar anda....